Tuesday, April 8, 2008

SMS Istriku dan Puisi di Tengah Malam

Aku pulang dari kantor lebih awal malam itu, karena ada acara pengajian rutin mingguan. Setelah mandi dan bersiap berangkat ke masjid, sebuah SMS masuk ke inbox handphone-ku. Tertulis Ummi Faiz, dari istriku ternyata.


Aa, dulu rasa Ade merasa jd orang yang palg bahagia... karena cinta dan perhatianmu. Kini mgkin tanggungjawabmu semakin brat..shng taklagi berfikir u bersikap romants pdku.
Walau Ad sudah smakin tua, mau donk kl Aa brskp sperti br pnya anak satu.. Maaf jk terlalu mnuntut...


Dug.
Tercekat aku membaca deretan kata-kata khas wanita lembut yang hari ini genap 8 tahun mendampingi hidupku. Aku paham betul pemilihan kata-katanya dan dengan demikian juga aku mengerti apa yang sebenarnya ia rasakan.

Pada saat yang demikian aku selalu berintrospeksi diri, kesalahan apa yang telah aku lakukan. Aku paham betul, jika istriku mengungkapkan sesuatu, itu berdasarkan nalurinya sabagai seorang istri, naluri seorang wanita.

Wanita memang sangat istimewa. Lembut hatinya, lembut perasaannya. Dan wanita juga senang dengan kelembutan.

Ia senang jika diperlakukan istimewa, mendapatkan personalisasi, perlakuan khusus. Wanita juga senang menerima ungkapan-ungkapan verbal, kata cinta, sayang, dan romatisme.

Ah, mungkin benar istriku. Aku mulai sibuk dengan pekerjaanku. Aku sibuk mencari inspirasi untuk tulisan-tulisanku. Aku terlalu mengejar ide untuk menambah perbendaharaan kata-kata dalam buku-buku yang aku tulis, tapi aku lupa memilih kosa kata indah untuk aku ungkapkan kepadanya.

Dan aku juga tahu benar bahwa ia menyukainya.

Pulang dari pengajian, tepat jam 12 malam, di kamar kost yang menjadi salah satu sudut ispirasiku ini aku coba menulis bait-bait puisi:


istriku,
ijinkan aku bertutur di tengah malam ini
saat aku ungkapkan isi hatiku
mungkin engkau sedang terbangun karena tangisan fatimah, atau fadhil yg celananya basah..
tapi aku belum bisa tidur
karena aku kangen dirimu
andai malam ini engkau di sampingku
tentu aku telah larut, nyenyak dalam dekapanmu

istriku,
aku tahu aku tak sempurna
dan lagi mungkin tidak lagi pandai merangkai kata
atau kesusahan dalam ungkapkan cinta
tapi aku ingin selalu menjaga
cinta yang terbentuk dalam dada

istriku,
malam ini ingin kubisikkan pelan
melalui angin malam dan mimpi yang ada
bahwa aku mencintaimu
dengan segala rasa yang ada

aku harusnya selalu berkata,
terima kasih Tuhan atas anugerah terindah yang pernah kau cipta,

istriku,
engkaulah anugerah terindah yang dicipta oleh-Nya.

(pekalongan,80408,23.55)

lalu aku kirim via SMS berharap nanti kalo terbangun ia akan membacanya.

Dan baru aku sadari pagi ini,
bahwa ini adalah hari istimewa bagi kami.
8 tahun lalu,
kami mengikat janji untuk hidup bersama
dalam pernikahan sederhana itu ...

baru saja aku kirim pesan singkat ke nomornya:

seharusnya kita sdg berduaan saat ini, mestinya kita bersama2 berjalan ke tempat2 yg indah...seharusnya a smakin cinta dan sayang padamu, sbgaimana 8 th lalu saat pertama kita bersama. Selamat ultah pernikahan kita.. Smg Allah memberkahi keluarga kita.
Aku sayang kamu...

Monday, April 7, 2008

Abi Mau Pergi Kemana Lagi?

Saat berpisah dengan anak-anak adalah saat yang paling mengharukan. Mungkin juga sebuah resiko bekerja jauh dari keluarga. Dan akhir pekan menjadi waktu yang paling ditunggu-tunggu karena saat itulah waktu kita akan bertemu dengan orang-orang tersayang.

Senang sekali ketika Jumat malam menginjakkan kaki di rumah, mencium kening istri, anak-anak juga berebut untuk mencium tangan kita, seperti biasa, mereka juga akan berebut untuk minta digendong. Sesekali akan menanyakan apakah aku membawa oleh-oleh untuk mereka..

"Abi bawa oleh-oleh nggak hari ini? Tapi kalo nggak juga tidak apa-apa kok, Faiz senang Abi pulang." begitu ucap si Sulung dengan bijak.

"Farah tidak apa-apa tidak dibawakan oleh-oleh, karena Abi sudah sering belikan oleh-oleh, nanti kapan-kapan kalau ada rejeki kan Abi belikan buku gambar lagi." begitu kata bidadariku yang memiliki hobi mewarnai dan mnggambar.

"Besok Fadhil belikan jam tangan Power Ranger ya Bi,..." si gesit ini langsung mempraktekkan jurus Power Ranger yang ia ilustrasikan sendiri. Bahkan banyak gerakan-gerakan yang ia karang sendiri, jadi membuat kami gerr melihat tingkahnya.

Sedangkan si kecil Fatimah tanpa banyak bicara langsung menuju ke arahku minta digendong.

Ah, sungguh bahagia anugerah Allah yang begitu indah untukku.

Namun ketika hari Minggu hampir tiba, biasanya yang Faiz atau Farah sudah langsung bertanya lagi, "Besok Abi berangkat lagi ke Pekalongan?" dengan suara parau aku menjawab ya, Insya Allah, untuk memberikan kepastian kepada anakku yang sekarang menginjak usia 7 tahun itu.

"Jam berapa Abi nanti berangkat?" begitu ia akan bertanya lagi kalau hari sudah menjelang siang.

Dan begitulah sebulan terakhir hal itu menjadi sebuah rutinitas di akhir pekan. Bertemu dengan anak-anak, bercanda, bermain dengan mereka, sesekali mengajak jalan-jalan, berdarma wisata, outbound-studying, begitu aku menyebutnya untuk aktivitas belajar di luar rumah. Kadang-kadang kami mengajak anak-anak mengerjakan PR sekolahnya di luar rumah, di taman bermain atau di tempat lain.

Pertanyaan-pertanyaan Faiz memang sering membuat kami terkesima. Sering dia mengajukan pertanyaan yang menjadikan kami harus berfikir panjang untuk menjawabnya. Kadang pula terharu mendengarnya.

Seperti suatu ketika saat aku harus pergi mengaji atau ada acara rapat organisasi. Biasanya aku berangkat malam hari setelah isya. Sebagai seorang aktivis, aku sering meninggalkan anak-anak untuk kegiatan di luar. Dan ini sudah berlangsung sejak aku belum menikah. Jadi anak-anak juga sebenarnya telah terbiasa ditinggalkan oleh Abinya keluar.

Biar bagaimanapun, seorang anak ingin selalu dekat dengan orangtuanya. Maka ketika melihat ayahnya sering bepergian, maka wajar jika ia selalu bertanya. Dan hatiku selalu berdetak keras, hatiku tercekat haru saat suatu malam menjelang mereka tidur, salah satu diantara mereka berkata, "Abi mau kemana lagi?"

Ah, anak-anakku, ayahmu akan pergi berjuang, mengabdi untuk bangsa dan negeri ini...

Sunday, April 6, 2008

Pameran Buku dan Intelektulitas di Rumah Kita

Hari ini abi berangkat lebih awal ke Pekalongan, karena mau mengunjungi pameran buku nasional pertama yang diadakan di Kota Batik ini. Apalagi malam ini ada talkshow dengan pembicara salah satu tokoh kebanggaan keluarga kita, eyang Taufik Ismali. Beliau orang asli Pekalongan.

Luar biasa. Ternyata peminat buku di kota ini sangat banyak. Buktinya pameran yang hari ini memasuki hari kedua dikunjungi banyak sekali orang, sampai berjubel. Berbeda dengan pameran buku di Tegal beberapa waktu lalu yang sepi pengunjung. Berarti masyarakat kota ini memiliki antusias yang tinggi untuk membaca, minimal menyukai buku. Seharusnya kota ini dilengkapi toko buku yang memadai ya..

Abi jadi ingat waktu acara Warteg Buku di Nusa Bahari lalu. Waktu itu kita naik motor berlima. Abi, Umi, Faiz, Farah dan Fadhil. Fatimah ditinggal di rumah bersama Mbak. Kalau Fatimah sudah bisa bicara pasti waktu itu dia akan minta ikut juga.

Ketika Abi berikan pilihan, dengan mengatakan bahwa hari ini kita jalan-jalan. Di Rita Mall ada bazar pakaian sedangkan di Nusa Bahari ada Pameran Buku, mau pilih yang mana?

Serempak kalian memilih pameran buku.

Terus terang Abi terharu mendengarnya. Dan kesukaan kalian kepada buku dan alat tulis memang telah terlihat sejak kalian masih kecil. Setiap Abi pergi, kalian sangat senang jika dibawakan oleh-oleh berupa buku atau alat tulis. Bahkan walaupun hanya sekedar sebuah pensil yang Abi dapatkan setelah mengikuti seminar atau pelatihan di hotel.

Anakku, kebiasaan membaca adalah ajaran Nabi kita, Rasulullah Saw. Bahkan ayat pertama yang diturunkan Allah kepada manusia (manusia, bukan hanya umat Islam) adalah perintah membaca (Iqro), begitu tadi eyang Taufiq Ismail menyampaikan ceramahnya.

Dan memang benar. Kebiasaan membaca merupakan wujud nyata intelektualitas kita. Dengan membaca kita akan kaya ilmu. Dengan membaca kita akan banyak tahu. Dan dengan membaca kita akan memahami banyak hal.

Karena itu pula Abi sangat senang menyimpan banyak buku. Mungkin kekayaan paling berharga kita hanyalah itu. Orang lain boleh punya perabotan bagus, tapi kita punya ensklopedi yang nilainya tak terkira. Orang lain boleh punya tivi yang canggih, tapi kita punya banyak literatur Indonesia, Inggris dan Arab. Orang lain boleh punya rumah rumah besar, tapi kita punya perpustakaan keluarga. Buku, Ensiklopedi, perpustakaan adalah kekayaan intelektual kita.

Ah, anak-anakku, abi jadi ingat kalian. Abi ingin kembali ke pameran sebelum penutupan untuk membelikan oleh-oleh buat kalian.

Pekalongan, 6 April 2008, Pameran Buku Nasional I, 2008, GOR Jatayu.

Tuesday, April 1, 2008

Martabak Untuk Istriku

Sebagai konsekuensi pekerjaan, sering aku harus pulang agak malam, 1-2 jam setelah jam kerja. Lembur? Tidak juga. Sudah hampir 4 tahun terakhir aku tidak pernan menghitung lembur, bukannya tidak butuh, tapi aku lebih merasa ini adalah bagian dari tanggungjawabku sebagai bagian dari manajemen, meski masih jajaran manajemen pemula.

Beruntung juga aku memiliki seorang pendamping hidup yang sangat mengerti dan memahami pekerjaanku. Padahal disamping pekerjaan kantor, aku juga masih punya beberapa aktivitas di luar, lebih ke aktivitas sosial. Hal itu membuat aku sering juga pulang karut malam. Palagi jika ada pertemuan atau program kegiatan yang harus dimusyawarahkan dengan sesama anggota.

Salah satu kebiasaan istriku saat aku pulang agak terlambat atau ketika aku ijin keluar rumah adalah pesan untuk dibawakan oleh-oleh. Tidak aneh-aneh memang, dan biasanya pesananannya juga yang sederhana dan harganya murah. Aku tahu istriku adalah tipe orang yang sederhana dan tidak pernah meminta yang macam-macam. Dia juga tidak suka makanan yang harganya mahal dan bernuansa keluar-luaran, misalnya pizza, KFC, dll. Paling yang ia minta cuma martabak atau gorengan. Kadang minta dibawakan juz. bahkan kadang cuma minta dibawakan koran.

Dan dengan senang hati aku akan selalu memenuhi permintaannya. Biasanya selalu aku usahakan untuk mendapatkannya, kecuali lupa.

Aku memang senang mendapatkan pesanan titipan seperti itu. Aku sama sekali tidak merasa repot apalagi nggrundel. Aku justru merasa sangat dihargai. Dan dengan demikian aku merasa punya arti di sampingnya.

Dengan memesankan untuk dibawakan oleh-oleh, sebenarnya istriku bukan ingin martabak atau gorengan yang aku bawakan. Dia hanya ingin mendapatkan jaminan bahwa aku akan pulang ke rumah. Dan tidak ada kebahagiaan yang lebih bagi seorang istri daripada ketika suami yang dicintainya pulang ke rumah.

Tentang martabak, pada akkhirnya biasanya yang lebih banyak menikmati juga aku sendiri. Ia paling-paling cuma mengambil sepotong, setelah itu ia akan sibuk membuatkan minuman hangat, menyiapkan handuk, jika aku belum mandi, menyimpan tas, atau menyiapkan makanan untukku.

Martabaknya?... Ah kadang-kadang ia malah lupa kalau minta dibelikan.

Monday, March 10, 2008

Dimana Rumah Kita?

Sudah lama tidak menulis di ruang ini.

Ketika Abi mendapatkan berita baru, pindah tugas lagi ke kota lain...
Istriku berkata, "Pokoknya Umi dan anak-anak akan ikut"
Faiz bilang, "Terus Faiz pindah sekolah lagi ya, Bi"
Fadhil menyahut,"Aku mau bersama Umi dan Abi"
Farah yang tampak bingung. Dia selalu mengikuti dan menyetujui Abinya.

Beginilah suka duka memiliki pekerjaan yang harus berpindha-pindah tugas. Bagi diriku sendiri ini adalah sebuah tantangan. Dan aku menyukainya. Apalagi untuk karir dan masa depan. Ini bagian dari tugas dan ujian dalam mengemban amanah. Jika aku berhasil menjalankan tugas ini, tentu aku akan mendapatkan penghargaan dan hasil yang layak. Jika aku ternyata gagal, mungkin manajemen akan mengevaluasi diriku ini. Pantas atau tidak mendapatkan tugas seperti ini.

Namun disisi lain kehidupanku. Ternyata ada banyak hal yang perlu aku perhatikan. Pendidikan anak-anak, penyesuaian dengan lingkungan dan kehidupan sosial keluargaku.

Masih terbayang ketika Faiz harus menyesuaikan diri dengan teman-teman barunya. Ia malah takut untuk masuk kelas di hari-hari pertama kepindahannya. Satu hal yang wajar. Aku saja masih menyimpan malu ketika pertama kali memasuki ruang kerja baruku, dengan teman-teman yang baru. Tentu anakku juga demikian.

Aku juga ingat, Farah yang sampai enam bulan di kota ini belum menemukan teman bermain yang cocok karena tetangga tidak ada yang seusia dengannya. Rata-rata sudah besar dan menginjak remaja. Sedangkan teman sekolahnya di Taman Kanak-kanak tinggal di tempat yang jauh. Baru saja kemarin ia mendapat teman main baru. Sedang akrab-akrabnya.

Dan sekarang harus pindah lagi.

Yang paling mengharukan bagi diriku adalah ketika anak-anak bertanya, "Ini rumah Abi atau punya orang?".
Tes. Kadang istriku tidak bisa menahan airmatanya. Dadagu selalu berdegup kencang dan batinku tercekat ketika mendengar pertanyaan seperti itu.

Jujur saja, aku sudah lebih dari 12 tahun bekerja di sebuah perusahaan yang bonafide. Kata orang cukup menjanjikan. Sudah 7 tahun berumah tangga, tapi selalu menjadi 'kontraktor' yang ngontrak sana-sini.

Beruntung aku dikarunia seornag istri yang qanaah, yang mau menerima apapun yang diberikan suaminya. Bersyukur aku berdampingan dengan orang yang demikian setia dan sabar meskipun hidup tidak dalam berkecukupan.

Sabar ya Anakku,
Sesungguhnya rumah kita ada dalam hati kita.
Semakin luas hati kita, semakin lapang kita menerima takdir dan karunianya.
Semakin bersih rumah hati kita, semakin nyaman hidup kita di dunia ini.

Tunggulah, Abi sedang berusaha,
mengumpulkan rejeki yang diberikan kepada kita, sebagian untuk membangun rumah idaman. Agar kita tidak pindah kesana-kemari mencari rumah yang baru, yang lebih bagus tapi yang murah. Agar kita bisa leluasa menghiasinya dengan bunga-bunga dan kalian bisa leluasa membuat coretan-coretan di dindingnya tanpa harus khawatir dimarahin orang yang punya rumah.

Ah indahnya rumah kita....

Pekalongan, 11 Maret 2008