Monday, March 10, 2008

Dimana Rumah Kita?

Sudah lama tidak menulis di ruang ini.

Ketika Abi mendapatkan berita baru, pindah tugas lagi ke kota lain...
Istriku berkata, "Pokoknya Umi dan anak-anak akan ikut"
Faiz bilang, "Terus Faiz pindah sekolah lagi ya, Bi"
Fadhil menyahut,"Aku mau bersama Umi dan Abi"
Farah yang tampak bingung. Dia selalu mengikuti dan menyetujui Abinya.

Beginilah suka duka memiliki pekerjaan yang harus berpindha-pindah tugas. Bagi diriku sendiri ini adalah sebuah tantangan. Dan aku menyukainya. Apalagi untuk karir dan masa depan. Ini bagian dari tugas dan ujian dalam mengemban amanah. Jika aku berhasil menjalankan tugas ini, tentu aku akan mendapatkan penghargaan dan hasil yang layak. Jika aku ternyata gagal, mungkin manajemen akan mengevaluasi diriku ini. Pantas atau tidak mendapatkan tugas seperti ini.

Namun disisi lain kehidupanku. Ternyata ada banyak hal yang perlu aku perhatikan. Pendidikan anak-anak, penyesuaian dengan lingkungan dan kehidupan sosial keluargaku.

Masih terbayang ketika Faiz harus menyesuaikan diri dengan teman-teman barunya. Ia malah takut untuk masuk kelas di hari-hari pertama kepindahannya. Satu hal yang wajar. Aku saja masih menyimpan malu ketika pertama kali memasuki ruang kerja baruku, dengan teman-teman yang baru. Tentu anakku juga demikian.

Aku juga ingat, Farah yang sampai enam bulan di kota ini belum menemukan teman bermain yang cocok karena tetangga tidak ada yang seusia dengannya. Rata-rata sudah besar dan menginjak remaja. Sedangkan teman sekolahnya di Taman Kanak-kanak tinggal di tempat yang jauh. Baru saja kemarin ia mendapat teman main baru. Sedang akrab-akrabnya.

Dan sekarang harus pindah lagi.

Yang paling mengharukan bagi diriku adalah ketika anak-anak bertanya, "Ini rumah Abi atau punya orang?".
Tes. Kadang istriku tidak bisa menahan airmatanya. Dadagu selalu berdegup kencang dan batinku tercekat ketika mendengar pertanyaan seperti itu.

Jujur saja, aku sudah lebih dari 12 tahun bekerja di sebuah perusahaan yang bonafide. Kata orang cukup menjanjikan. Sudah 7 tahun berumah tangga, tapi selalu menjadi 'kontraktor' yang ngontrak sana-sini.

Beruntung aku dikarunia seornag istri yang qanaah, yang mau menerima apapun yang diberikan suaminya. Bersyukur aku berdampingan dengan orang yang demikian setia dan sabar meskipun hidup tidak dalam berkecukupan.

Sabar ya Anakku,
Sesungguhnya rumah kita ada dalam hati kita.
Semakin luas hati kita, semakin lapang kita menerima takdir dan karunianya.
Semakin bersih rumah hati kita, semakin nyaman hidup kita di dunia ini.

Tunggulah, Abi sedang berusaha,
mengumpulkan rejeki yang diberikan kepada kita, sebagian untuk membangun rumah idaman. Agar kita tidak pindah kesana-kemari mencari rumah yang baru, yang lebih bagus tapi yang murah. Agar kita bisa leluasa menghiasinya dengan bunga-bunga dan kalian bisa leluasa membuat coretan-coretan di dindingnya tanpa harus khawatir dimarahin orang yang punya rumah.

Ah indahnya rumah kita....

Pekalongan, 11 Maret 2008